JAKARTA, HOLOPIS.COM – Isu kehadiran panglima junta militer Myanmar, Min Aung Hlaing, yang akan menghadiri KTT ASEAN di Jakarta menyeruak beredar setelah juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand, Tanee Sangrat, pada akhir pekan lalu mengatakan bahwa Min akan menghadiri KTT ASEAN di Jakarta.
Menanggapi isu tersebut, sejumlah LSM Indonesia menyuarakan penolakan atas rencana kehadiran panglima junta militer Myanmar, Min Aung Hlaing, dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang bakal digelar di Jakarta pada Sabtu (26/4).
Penolakan itu disampaikan dalam pernyataan bersama sejumlah ormas, di antaranya KontraS, FORUM-ASIA, Amnesty International Indonesia, AJAR, Milk Tea Alliance Indonesia, Serikat Pengajar HAM, Human Rights Working Group, Migrant CARE, Asia Democracy Network, Kurawal Foundation, hingga SAFEnet.
Melalui pernyataan itu, mereka menyatakan penolakan atas kehadiran Min dalam KTT ASEAN yang digelar khusus untuk membicarakan pergolakan politik di Myanmar usai kudeta militer pada 1 Februari lalu.
“Menolak kehadiran junta militer sebagai perwakilan Myanmar di ASEAN Special Summit,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, Selasa (20/4).
Kehadiran Min dalam KTT ASEAN ini memang memicu pertanyaan dari banyak pihak. Pasalnya, Min merupakan sosok yang memimpin militer mengudeta pemerintahan sipil Myanmar.
Setelah itu, Min pula yang memegang kekuasaan kala aparat melakukan kekerasan mematikan terhadap demonstran antikudeta.
Usman pun menganggap keputusan ASEAN untuk mengundang Min dalam pertemuan ini akan menghalangi hubungan blok Asia Tenggara tersebut dengan rakyat Myanmar.
“Kami merekomendasikan kepada ASEAN dan negara-negara anggotanya dalam ASEAN Special Summit untuk memberikan kursi representasi Myanmar di ASEAN Special Summit untuk National Unity Government sebagai pemerintahan Myanmar yang sah dan dipilih secara demokratis,” kata Usman.
Regional Advocacy Associate dari Asia Justice and Rights (AJAR), Putri Kanesia, juga mendukung desakan Usman agar ASEAN mengundang perwakilan Unity Government Myanmar.
“Memberikan kursi representasi di ASEAN untuk pemerintahan yang sah berarti memberhentikan segala tindakan yang melegitimasi kekuasaan junta militer, baik di dalam Myanmar maupun di level internasional,” ujar Putri. (Mhd)