JAKARTA, HOLOPISCOM – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tak kunjung merestui Vaksin Nusantara meski para peneliti vaksin yang diinisiasi mantan Menkes Terawan Agus Putranto itu tetap lanjut uji Fase II di RSPAD Gatot Seobroto.
Ketua BPOM Penny Lukito menjelaskan alasan mengapa pihaknya belum menyetujui izin edar Vaksin Nusantara.
Ada sejumlah catatan termasuk kejadian tidak diinginkan (KTD) selama proses uji vaksin Nusantara berlangsung. Dalam hearing atau diskusi bersama para peneliti vaksin Nusantara 16 maret 2021 lalu, terungkap jumlah KTD dalam uji Fase I mencapai 71,4 persen dari total relawan.
Sebanyak 20 dari 28 subjek mengalami Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD) meskipun dalam grade atau kategori 1 dan 2. Beberapa relawan di antaranya juga mengalami KTD di kategori 3 dengan tingkat keluhan efek samping lebih berat.
Kejadian tidak diinginkan kategori 3, 6 subjek mengalami hipernatremi, 2 subjek mengalami peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan 3 subjek mengalami peningkatan kolesterol.
Sedangkan kejadian tidak diinginkan kategori 1 dan 2 relawan mengalami, nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, penebalan, kemerahan, gatal, petechiae (ruam), lemas, mual, demam, batuk, pilek dan gatal.
“Kejadian yang tidak diinginkan pada grade 3 merupakan salah satu kriteria penghentian pelaksanaan uji klinik yang tercantum pada protokol uji klinik,” kata Penny dalam rilis yang diterima, Rabu (14/4/2021).
Namun, para peneliti disebut Penny tak menghentikan proses uji vaksin Nusantara hingga dan tak melakukan analisis terkait kejadian efek samping tersebut. Ia menjelaskan para peneliti vaksin Nusantara juga tak memahami proses pembuatan vaksin berbasis sel dendritik karena tak terlibat dalam penelitian.
“Semua pertanyaan dijawab oleh peneliti dari AIVITA Biomedica Inc USA dimana dalam protokol tidak tercantum nama peneliti tersebut. Peneliti utama Dr Djoko (RSPAD Gatot Subroto) dan dr Karyana (Balitbangkes) tidak dapat menjawab proses-proses yang berjalan karena tidak mengikuti jalannya penelitian,” tutur Penny.
Penny menyebut semua komponen utama di pembuatan vaksin Nusantara adalah impor dari Amerika Serikat. Seperti antigen, hingga alat-alat untuk persiapan.
Menurutnya, hal ini bisa menyita waktu lebih lama untuk melakukan produksi vaksin lantaran industri farmasi yang bekerja sama dengan AIVITA Biomedica Inc belum memiliki sarana produksi.
“Membutuhkan waktu 2 hingga 5 tahun untuk mengembangkan di Indonesia,” kata Penny.
Juru bicara vaksinasi COVID-19 BPOM Lucia Rizka Andalusia mengatakan, jika dilakukan sebagai penelitian tidak menjadi soal.
“Kalau penelitian saja tidak apa-apa, asal tidak menjadi produk yang akan dimintakan izin edar,” katanya.
Sebelumnya, sejumlah tokoh dan anggota DPR telah ramai-ramai ikut menjadi relawan vaksin nusantara. Hari ini mereka telah diambil sampel darahnya di RSPAD Gatot Soebroto. Diantara relawan tersebut yaitu, Aburizal Bakrie, Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Anggota DPR Saleh Daulay, dan Adian Napitupulu.