JAKARTA, HOLOPIS.COM – Tentara Myanmar menembaki pengunjuk rasa anti kudeta. Sedikitnya 13 orang tewas akibat aksi brutal tersebut, Rabu (7/4).
Protes dan pemogokan nasional terus berlanjut meskipun militer menggunakan kekuatan mematikan untuk memadamkan oposisi. Serangkaian ledakan kecil juga terus menghantam kota komersial Yangon.
Pasukan keamanan melepaskan tembakan terhadap pengunjuk rasa di kota barat laut Kale ketika mereka menuntut pemulihan pemerintah sipil Aung San Suu Kyi, kata media domestik.
Sementara itu, tujuh ledakan kecil terdengar di Yangon, termasuk di gedung-gedung pemerintah, rumah sakit militer, dan pusat perbelanjaan, kata penduduk setempat. Tidak ada korban jiwa dan tidak ada klaim pelaku ledakan.
Penguasa militer negara itu mengatakan gerakan pembangkangan sipil telah menghancurkan Myanmar.
Jenderal Senior Min Aung Hlaing, kepala junta, mengatakan bahwa gerakan pembangkangan sipil, atau CDM, telah menghentikan pekerjaan rumah sakit, sekolah, jalan, perkantoran, dan pabrik.
“Meski protes dilakukan di negara tetangga dan dunia internasional, namun tidak merusak bisnis. CDM adalah kegiatan untuk menghancurkan negara,” kata dia dalam pernyataan yang dirilis Rabu.
Menurut kelompok advokasi Asosiasi Tahanan Politik (AAPP), sebanyak 581 orang, termasuk puluhan anak-anak, telah ditembak mati oleh pasukan dan polisi dalam kerusuhan yang berlangsung hampir setiap hari sejak kudeta, dan pasukan keamanan telah menangkap hampir 3.500 orang, dengan 2.750 orang di antaranya masih tertahan.
Di antara mereka yang ditahan adalah Suu Kyi dan tokoh-tokoh terkemuka di partai Liga Nasional untuk Demokrasi, yang memenangkan pemilihan pada November tahun lalu.
Kemampuan gerakan anti-kudeta yang sebagian besar dipimpin oleh pemuda untuk mengatur kampanye dan berbagi informasi melalui media sosial dan pesan instan telah dilumpuhkan oleh pembatasan internet.
“Myanmar telah runtuh secara bertahap ke dalam jurang informasi sejak Februari. Komunikasi sekarang sangat terbatas dan hanya tersedia untuk beberapa orang,” kata Alp Toker, pendiri observatorium pemblokiran internet NetBlocks, kepada Reuters.
Sementara itu di Jakarta, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab membahas bagaimana Inggris dan masyarakat internasional dapat mendukung upaya Asia Tenggara untuk menyelesaikan krisis di Myanmar, kata Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi setelah pertemuannya dengan Raab.
Indonesia termasuk di antara beberapa negara Asia Tenggara yang mendorong pembicaraan tingkat tinggi tentang Myanmar.
Thailand, tetangga Myanmar dan yang memiliki hubungan militer dekat dengan junta, mengatakan bahwa mereka tidak setuju dengan kekerasan tersebut tetapi masalah tersebut harus ditangani dengan hati-hati.
“Kami tidak dapat benar-benar melakukan apa yang kami inginkan karena kami telah berbagi perbatasan dan kami perlu hidup dan bergantung satu sama lain di banyak wilayah,” kata Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha.
Prayuth juga pernah merebut kekuasaan dalam kudeta tahun 2014 ketika menjadi panglima militer, kemudian mengambil peran sipilnya saat ini pada 2019.
Sumber: Reuters
Follow channel WhatsApp Holopis.com
Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.