JAKARTA,HOLOPIS.COM- Beberapa waktu lalu, Indonesia kembali kedatangan 16 juta dosis vaksin COVID-19 dari Sinovac dalam bentuk bahan baku (bulk). Kedatangan vaksin tahap ketujuh ini menjadikan total 53,5 juta vaksin Sinovac yang telah diperoleh pemerintah. Bio Farma selaku penanggung jawab produksi dan distribusi vaksin pun langsung mengolah bahan baku ini menjadi vaksin jadi.
“Bio Farma terus melakukan dukungan untuk memenuhi kebutuhan akan ketersediaan vaksin COVID-19. Sehingga kebutuhan vaksin COVID-19 bagi 181 juta penduduk Indonesia tercapai targetnya,” papar Juru Bicara Pemerintah untuk Vaksinasi dari Bio Farma Bambang Heriyanto dalam keterangan tertulis, Jumat (26/3/2021).
Namun, dari 53,5 juta vaksin yang telah diterima nantinya akan menjadi 43 juta dosis vaksin saja karena adanya waste test. Menurutnya, waste taste dalam proses produksi bahan baku vaksin menjadi vaksin adalah hal biasa. Sehingga tidak aneh apabila jumlah bahan baku yang masuk dan jumlah vaksin yang diproduksi berkurang beberapa persen.
“Sejak kedatangan vaksin bulk pertama, kita sudah memulai proses produksi dan sampai hari ini sudah menjadi 24 batch atau sekitar 24 juta dosis dan sudah didistribusikan sebanyak 17 juta dosis. Datangnya 16 juta dosis hari ini akan memperpanjang proses produksi vaksin COVID-19 ini nanti,” ujarnya.
Ia menambahkan sejak kedatangan vaksin COVID-19 pertama kali, Bio Farma sudah mendistribusikan vaksin ke 34 provinsi di seluruh Indonesia.
“Sebetulnya Indonesia sudah puluhan tahun menjalankan vaksinasi. Hanya saja untuk vaksinasi COVID-19 ini jumlahnya memang jauh lebih besar, tantangannya mungkin ada di kapasitas rantai pasokan dingin di fasilitas pelayanan kesehatan,” tambah Bambang.
Tidak hanya di produksi, Juru Bicara Pemerintah untuk Vaksinasi dari Badan POM Dr. Lucia Rizka Andalusia juga menerangkan proses lanjutan yang dilakukan agar vaksin COVID-19 bisa didistribusikan.
“Vaksin ini memang produk berisiko tinggi, karena sifatnya tidak stabil sehingga perlu kita perlakukan sangat hati-hati. Perlu diketahui pula bahwa setiap batch vaksin mendapatkan sertifikat pelepasan (certificate of release), maknanya bahwa vaksin
tersebut sudah dicek kembali oleh Badan POM untuk menjaga mutunya,” tuturnya.
Menurutnya, hingga saat ini tidaka ada kendala dalam proses pengujian hingga pemberian sertifikat pelepasan ini. BPOM sudah mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk memberikan percepatan rilis vaksin-vaksin COVID-19 ini. Selain itu, sepanjang jalur distribusi Badan POM pun turut berperan aktif.
“Ada 34 UPT Badan POM di Provinsi dan 40 Loka POM di Kabupaten yang akan mengawal di sepanjang jalur distribusi vaksin COVID-19 agar kondisi vaksin tersebut tetap bermutu dan disimpan dengan baik,” jelasnya.
Untuk waktu kedaluwarsa vaksin COVID-19, ia menyampaikan batas kedaluwarsa vaksin COVID-19 yaitu selama enam bulan, baik Sinovac maupun Astrazeneca.
“Untuk vaksin COVID-19 kita ketahui masih baru dan diproduksi akhir tahun 2020. Pengujian stabilitas industri farmasi menunjukkan data kestabilan selama tiga bulan. Dengan data tersebut Badan POM memberikan batas kedaluwarsa vaksin COVID-19 selama enam bulan, baik Sinovac maupun Astrazeneca,” ucapnya.
“Vaksin ini kita ketahui tidak seratus persen melindungi kita dari virus COVID-19, oleh karena itu kita tetap menjalankan protokol kesehatan. Tapi hendaknya kita melakukan vaksinasi, karena setelah divaksinasi akan mengurangi kesakitan saat terpapar COVID-19,” tutupnya (Sel)
Follow channel WhatsApp Holopis.com
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber dengan link Holopis.com.
Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.