Advertisement
Categories: NewsPolhukam

Legislator: Impor Beras Bertolak Belakang dengan Cita-cita Swasembada Pangan

Advertisement

JAKARTA, HOLOPIS.COM – Anggota Komisi VI DPR RI Rafli menilai keputusan pemerintah untuk mengimpor beras sangat kontraproduktif dengan rencana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), bahkan bertolak belakang dengan Program Strategis Nasional (PSN) Food Estate yang pernah digaungkan Presiden Joko Widodo. Menurutnya, dengan sumber daya alam yang melimpah, adanya agenda impor beras jelang panen raya membuat banyak orang sedih.
“Kita ketahui Indonesia pernah swasembada beras, jika saat ini pemerintah melakukan impor beras, berarti ada yang keliru dengan kebijakan. Hal ini bertolak belakang dengan program strategis nasional food estate menuju swasembada pangan yang dicanangkan Presiden Jokowi serta kontra dengan rencana PEN di tengah pandemi,” ujar Rafli dilansir dari dpr.go.id, Selasa (23/3).
Menurut politisi asal Provinsi Aceh tersebut, saat ini stok beras sebenarnya aman. Masalah yang sebenarnya harus diselesaikan yaitu manajemennya. Pembangunan infrastruktur pertanian, teknologi dan edukasi ke petani bisa meningkatkan hasil produksi yang membuat petani sejahtera dan stok nasional akan terpenuhi dangan catatan di pasar juga diawasi.
Rafli menyebutkan, beberapa daerah di Indonesia saat ini hampir memasuki masa panen. Untuk itu, ia meminta pemerintah meninjau dan mengkaji ulang kebijakan impor beras. Sebab sangat berdampak kepada penurunan harga jual hasil panen petani, serta membuat mental petani terus tertekan.
“Ingatan masyarakat kita juga masih segar dengan pesan Presiden Jokowi untuk cinta produk lokal, dan benci produk asing. Jika impor dilakukan, dimana moral kita?” pungkas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Berdasarkan catatan BPS, pergerakan produksi beras pada 2020 lebih tinggi dari 2019. BPS juga merilis potensi peningkatan produksi padi pada 2021, yaitu sub-round Januari-April 2021 sebesar 25,37 juta ton GKG, mengalami kenaikan sebanyak 5,37 juta ton atau 26,88 persen dibandingkan sub-round yang sama pada tahun 2020 sebesar 19,99 juta ton GKG.
“Miris, jika ada yang mencari keuntungan di tengah penderitaan rakyat yang hidup dari hasil pertanian, bahkan ini mencederai cita-cita swasembada pangan,” tutup Rafli.

Share
Published by
MHD

Recent Posts

Ini Bahayanya Minum Air Isi Ulang, Waspada!

Beberapa bulan lalu jagad maya X atau Twitter diramaikan dengan perbincangan mengenai keamanan air isi…

11 menit ago

Airlangga Pastikan QRIS dan e-Toll Tak Kena PPN 12%

JAKARTA - Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan bahwa semua produk yang berakitan dengan bahan kebutuhan…

41 menit ago

Dishub Jakarta Pastikan Tak Hapus Koridor 1 Transjakarta

Wacana yang beredar terkait peniadaan koridor 1 (Blok M-Kota) akibat adanya MRT Fase 2A selesai…

1 jam ago

Ferry Koto Anggap Kemarahan PDIP Gegara Kecele Jokowi di Pilpres 2024

JAKARTA - Influencer Ferry Koto menilai bahwa kemarahan PDIP kepada Joko Widodo saat ini berasal…

2 jam ago

Supratman Klaim Pengembalian Aset Lebih Penting Ketimbang Hukuman

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menanggapi pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang meminta para koruptor untuk…

2 jam ago

2025 Biaya Layanan QRIS Naik 12 Persen, Menurut Anda?

Mungkin banyak yang tak sadar bahwa setiap transaksi Quick Response Indonesian Standard (QRIS), ada biaya jasa layanan…

2 jam ago