Holopis.com Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj menegaskan bahwa pihaknya sangat menolak keras rencana pemerintah Indonesia yang akan melakukan impor 1 juta ton beras putih dari Thailand.
“Saya menolak keras kesepakatan impor ini,” kata Said Aqil di PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (19/3/2021).
Alasan mengapa pihaknya menolak rencana pemerintah mengimpor beras dari Thailand adalah stok beras di dalam negeri masih mengalami surplus.
“Pertama, kebanyakan petani 99 persen warga NU. Saya telah dihubungi petani Karawang dan Indramayu, bahwa stok beras masih cukup dan sangat banyak,” ujarnya.
Bahkan kata kiai Said Aqil, pemberitaan wacana kebijakan impor ini pun langsung berdampak kepada para petani Indonesia, walaupun rencana tersebut belum direalisasikan.
“Begitu ada berita pemerintah Indonesia mau MoU (memorandum of underatsanding) dengan pemerintah Thailand impor beras, langsung harga beras turun antara 300-350 (rupiah). Langsung para petani nangis akibat berita yang belum terjadi, padahal impornya belum,” jelasnya.
“Para tengkulak juga ragu membeli beras dari para petani, (mereka memilih) menunggu apa yang akan terjadi, ini jelas merugikan para petani,” imbuhnya.
Selain itu, kiai Said Aqil juga mengaku sudah berkomunikasi langsung dengan kadernya di Kementerian Pertanian. Dan dari hasil komunikasi itu, ternyata mereka satu suara.
“Saya kontak langsung dengan wakil menteri pertanian, mas Harvick Hasnul Qolbi yang juga bendahara PBNU. Beliau pun setuju dengan sikap saya, menolak MoU ini,” paparnya.
Ia juga mengaku mendapatkan data terbaru dari kadernya itu tentang kondisi rill stok beras dalam negeri. Yang ternyata benar mengalami surplus.
“Karena dalam data Kementan ketersediaan beras 7,38 juta ton, sementara perkiraan dalam negeri tahun 2021 sebesar 17,51 juta ton, sehingga jumlahnya menjadi 24,9 juta ton. Adapun perkiraan kebutuhan yaitu 12,33 juta ton, sehingga muncullah angka surplus 12,56 juta ton di tahun 2021 ini,” tandasnya.
Akibatnya, kiai Said Aqil pun mempertanyakan pemerintah pusat tentang latar belakang wacana kebijakan tersebut.
“Artinya surplus, Ngapain impor? Ini kebijakan siapa ini, saya bertanda tanya besar untuk apa, untuk kepentingan siapa dan kenapa ini harus dilaksanakan, untuk kepentingan tertentu lah ini tujuannya, saya tahu lah,” cetusnya.
Oleh karena itu, ia pun meminta agar pemerintah Indonesia lebih memilih untuk melek melihat kondisi para petani Indonesia.
“Tolong nasib petani harus didahulukan, petani sebagai tulang punggung ekonomi bangsa ini harus diprioritaskan. Alih-alih mendukung justru malah akan menghancurkan nasib mereka,” tegas kiai Said Aqil.
Perbaiki kualitas data lintas kementerian
Selain persoalan kebijakan impor beras, kiai Said Aqil juga mengingatkan kepada pemerintah pusat untuk memperbaiki kualitas data untuk penunjang ketahanan pangan dalam negeri.
“Kesesuaian data antar lembaga pemerintah harus segera disinkronkan. BPS harus berperan aktif, sehingga Bulog, Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian memiliki data yang sama dalam menyimpan atau sebagai khazanah data ketahanan pangan,” tuturnya. [MIB]