JAKARTA, HOLOPIS.COM – Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengklarifikasi seputar isu yang beredar bahwa vaksin COVID-19 produksi Sinovac telah memasuki masa kedaluwarsa.
Nadia menyebutkan bahwa vaksin tersebut bukanlah kedaluwarsa melainkan shelf life atau masa simpan. Ditekankannya, pemerintah tidak akan memberikan vaksin yang masa simpannya habis, hal ini untuk memastikan keamanan dan khasiat vaksin.
Vaksin Sinovac yang datang pada tahap pertama sejumlah 3 juta dosis, terdiri dari 1,2 juta dosis vaksin tiba awal Desember dan 1,8 juta dosis vaksin tiba pada akhir Desember 2020, diproduksi pada September-November 2020 dengan shelf life dari produsen selama 3 tahun.
Sementara itu, dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berdasarkan data stabilitas produk, diklaim bahwa vaksin COVID-19 produksi Sinovac memiliki masa simpan selama enam bulan. Nadia menegaskan ketentuan ini bukan bermaksud untuk mempercepat masa simpan vaksin, melainkan wujud kehati-hatian pemerintah dengan tidak begitu saja menerima data dari produsen.
”Bukan ada percepatan dari BPOM terkait masa simpan ini, tetapi BPOM melihat bahwa shelf life dari vaksin ini tidak semata-mata berdasarkan informasi yang disampaikan oleh produsen tetapi berdasarkan pada data stabilitas yang ada,” ujarnya dilansir dari laman Kemenkes, Rabu (17/3).
Adapun masa simpan 1,2 juta dosis vaksin tersebut adalah hingga 25 Maret 2021, sementara untuk 1,8 juta dosis vaksin memiliki masa simpan hingga Mei 2021. Namun demikian, vaksin tersebut telah habis digunakan untuk vaksinasi bagi tenaga kesehatan dan petugas pelayanan publik.
”Kemenkes mengikuti keputusan BPOM. Sejak awal, kami menjaga agar penggunaan vaksin Sinovac dalam rentang shelf life atau masa simpan sesuai yang disampaikan oleh BPOM,” tutur Nadia.
Karena vaksin tahap pertama telah habis, vaksin COVID-19 yang saat ini digunakan oleh pemerintah untuk vaksinasi tahap kedua bagi kelompok lanjut usia berumur 60 tahun ke atas dan tenaga pelayanan publik, menggunakan vaksin produksi Sinovac yang datang di tahap berikutnya dalam bentuk bahan baku atau bulk yang kemudian diproses oleh Bio Farma.
Nadia menjelaskan vaksin tersebut memiliki tampilan fisik yang berbeda dengan vaksin Sinovac yang didatangkan langsung dari Cina, yaitu dengan vial yang ukurannya jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya.
”Kemasannya berbeda dengan yang pertama. Sama-sama berbentuk vial, tetapi vial ini bisa disuntikkan untuk 9-11 orang dengan setengah cc,” ucapnya.
Perbedaan kemasan ini sekaligus memastikan bahwa sudah tidak ada lagi vaksin COVID-19 tahap pertama dari Sinovac yang masih beredar.
Nadia mengimbau masyarakat untuk tidak perlu khawatir, karena pemerintah menjamin keamanan, khasiat, dan mutu vaksin yang akan diberikan kepada seluruh masyarakat Indonesia.